BAB II
PEMBAHASAN
A.
Budaya atau kebudayaan
Istilah
kebudayaan dalam bahasa arab yaitu assaqafah, yang berarti tindakan yang
menjadi lebih cerdas, ada juga mengartikan berpengetahuan. Dalam istilah
inggris disebut culture yang berarti kebudayaan dalam istilah bahasa
indonesia disebut kebudayaan.
Dan
menurut para ahli kebudayaan yaitu :
1)
Sidi Gazalba (1983) berpendapat kebudayaan ialah cara berpikir dan
cara merasa manusia takwa yang direalisasikan dalam seluruh aspek kehidupan
manusia.
2)
Muslim Abdurrahman berpendapat bahwa kebudayaan ialah sistem yang
berkaitan dengan ide-ide dan nilai-nilai yang diatur oleh kelompok-kelompok
masyarakat.
Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yaitu ide, karakter,
simbol, praktek ritus, adat –istiadat norma-norma, nilai, bahasa dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat, baik masyarakat
tradisional dan modern.
1.
Unsur-unsur dan
hakikat kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan ada tujuh
yaitu :
a)
Sistem religi dan upacara keagamaan
b)
Sistem dan organisasi keagamaan
c)
Sistem pegetahuan
d)
Bahasa
e)
Kesenian
f)
Sistem mata pencaharian
g)
Sistem teknologi dan peralatan
Ketujuh unsur
kebudayaan tersebut diatas, dapat digolongkan kedalam tiga wujud budaya.
Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu komleks dari ide-ide, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, wujud budaya sebagai suatu
komleks aktivitas serta tindakan yang berpola manusia dalam masyarakat. Ketiga,
wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. seluruh unsur
kebudayaan tersebut terdapat dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari
berbagai etnis, bangsa, agama, dan organisasi.
Budaya yang
dimiliki oleh masyarakat, suku, bangsa maupun organisasi akan selalu mengalami
dinamika dan perubahan karena dipengaruhi oleh faktor onternal dan eksternal.
Disamping itu, terjadi interaksi antara komponen-komponen budaya yang dapat
menghasilkan bentuk-bentuk simbol baru. Demikian pula interaksi budaya dari
pengaruh luar sering mengubah sistem budaya baik dari segi komponennya atau
bahkan keseluruhan. Budaya dapat juga mengalami perubahan dengan masuk atau
hilangnya, dasar-dasar ekologi.Harjono mengatakan bahwa dinamika dan perubahan
budaya disebabkan oleh empat faktor yaitu:
1)
Diskopery yaitu penemuan unsur budaya baru baik berupa alat atau berupa gagasan yang diciptakan oleh
individu dan masyarakat.Dan invention yaitu pengakuan masyarakat terhadap
hasil-hasil temuan baru
2)
Difusi kebudayaan yaitu proses persebaran
unsur-unsur kebudayaan dari suatu individu ke individu dari suaru masyarakat ke
masyarakat lain
3)
Akulturasi ialah fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok manusia
yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-berbeda bertemu dan mengadakan kontak
secara langsung dan terus menerus maka akan menimbulkan perubahan dlam
pola-pola kebudayaan yang asli dari salah satu kelompok atau pada kedua-duanya.
4)
Asimilasi ialah suatu proses sosial yang telah lanjut yang ditandai dengan
semakin kurang perbedaan-perbedaan individu dan kelompok-kelompok yang semakin
erat hubungannya, sikap serta prosesmental yang berkaitan dengan kepentingan
dan tujuan yang sama.
Hakikat kebudayaan yaitu :
1)
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2)
Kebudayaan telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu
generasi terentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan
3)
Kebudayaan yang dibutuhkan oleh manusia dan diwujudkan dalam
tingkah laku.
Unsur-unsur
yang berhubungan dengan apa yang seharusnya, seperti bagaimana orang harus
berlaku
Unsur-unsur
yang menyangkut kepercayaan, seperti harus mangadakan upacara adat pada waktu
kelahiran anak, pertunangan, atau pesta pernikahan.
2.
Konsep
kebudayaan dalam islam
Dalam islam
konsep mengenai kehidupan adalah konsep yang teosenteris seluruh kehidupan
berpusat kepada Allah swt. Menurut kuntowijoyo senteral peradapan islam adalah
humanisme teosenteris.
Dari sistem ini
simbol yang terbentuk diantara nilai dan kebudayaan. Misalnya, dalam Al-qur`an
ditemukan rumusan tentang amar ma`ruf nahi munkar, konsep ini sebenarnya
seiring dan sejalan. Nahi munkar berarti mencegah manusia dari segala
bentuk kejaliman dan kemungkaran, dan amar ma`ruf yaitu mengajak manusia untuk
selalu berbuat baik.
Sebagai upaya
memahami pandangan islam tentang kebudayaan disini perlu dibedakan konsep ilmu
dan normatif agama. Konsep normatif agam terhadap budaya tidak saja mencoba
memahami, melukiskan dan mengakui keunikannya tetapi agama mempunyai konsep amar
ma`ruf nahi munkar untuk menentang kebudayaan yang bertentangan
dengan ajaran agama islam.
Sedangkan ilmu menjadikan kebudayaan sebagai
sasaran pemahaman, agama memandang budaya sebagai sasaran pembinaan.
Sidi Ghazalba
mengatakan bahwa unsur normatif dalam kebudayaan islam terkandung dalam
syari`at seperti hukum wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Syariat mengikat
umat islam untuk berbuat sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-nya.Perubahan
kebudayaan dikalangan umat islam ada yang tetap merujuk kepada ajaran islam dan
ada pula yang berdasarkan pemikiran manusia. kebudayaan seperti yang dijelaskan
sebelumnya merupakan hasil cipta, rasa dan karya manusia. dalam hal ini
Bustanuddin Agus mengatakan islam (agama wahyu) sebagai ajaran dari Allah swt
bukanlah kebudayaan bukan hasil cipta, rasa dan karya manusia.
Akan
tetapi,ajaran agama bukan semuanya merupakan wahyu tuhan.Ada beberapa ciri
kebudayaan islam yaitu:
a)
Kesatuan manusia, artinya islam menekankan bahwa perbedaan warna
kulit, suku, bangsa, bahasa, cara hidup dan adat- istiadat yang yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat merupakan bukti kekuasaan Allah swt.
b)
Kesatuan moral, artinya, kebudayaan yang dihasilkan oleh umat islam
mencerminkan moral islam, islam sangat membenci kebudayaan yang tidak
mengindahkan nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat. Contoh, wanita yang
tidak menutup aurat bertentangan dengan budaya islam.
c)
Kesatuan tingkat. Maksudnya, manusia dalam pandangan Allah swt sama
tetapi yang membedakan satu sama lain ialah tingkat ketakwaannya.
Ada beberapa faktor pembentuk
kebudayaan islam yaitu:
a)
Agama islam menghormati akal manusia, menempatkan akal pada posisi
terhormat, menyuruh manusia untuk senantiasa berbuat dan berpikir pada akhirnya
menghasilkan kebudayaan.
b)
Agama islam mewajibkan kepada setiap pemeluknya baik laki-laki dan
perempuan untuk menuntutilmu pengetahuan.
c)
Agama islam melarang pemeluknya bersipat taqlid tetapi selalu
dimotivasi untuk terus berkarya.
d)
Agama islam menyuruh pemeluknya mengkoreksi setiap kebenaran
walaupun datangnya dari masyarakat yang berlainan agama maupun bangsa.
e)
Agama islam menyuruh
pemeluknya untuk mencari rezeki dari Allah swt yang benar-benar halal lagi baik
bukan rezeki yang haram.
f)
Agama islam mendorong pemeluknya untuk berinisiatif, berikhtiar
dalam memenuhi kebutuhan hidup dan Allah sangat membenci orang-orang yang
berpangku tangan.
Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk membentuk keselarasan
antara kebudayaan dengan islam,
antara lain :
a)
Setiap muslim harus memahami dan menghayati hakikat islam, yaitu
agama yang mengajarkan tentang ke tauhidtan, petunjuk hidup dan mendorong
pemeluknya untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b)
Setiap muslim seharusnya memahami hakikat kebudayaan islam yakni
bersipat teosenteris, menolak singkritisme dan kebudayaan yang mengarah pada
kesyirikan.Dalam mengkaji nilai-nilai dasar dan norma asasi islam yang
berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia hendaknya menggunakan pendekatan
multidimensional.[1]
B.
Agama Dalam
Peradaban Modern
Sistem
budaya dan peraban modern adalah kelanjutan atau perkembangan lebih lanjut dari
kehidupan budaya manusia pada tahap positif. Bahwa kehidupan budaya positif
ditandai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi yang
mendominas, menentukan dan mewarnai kehidupan sosial budaya manusia.
Untuk
memerankan dan menjadikan agama sebagai bagian integral dalam sistem budaya dan
peradaban modern, yang ditandai dengan kemajuan IPTEK yang canggih. Maka
masyarakat modern harus memiliki dan mampu mewujudkan segala hal yang dapat
dijadikan pangkal tolak penelaahan dan perenungan bagi masyarakat atau bangsa
modern, Guna mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem budaya
dan peradaban modern.
C.
Kedudukan Agama
dan Fungsi Agama Dalam Sistem Kebudayaan dan Peradaban Modern
Agama
budaya atau bisa disebut dengan agama Ardhi ( bumi ) adalah produk
akal.ajaran-ajarannya dihasilkan oleh pemikiran akal.sumber dalam agama budaya
ini adalah masyarakat.konsepsi akal membentuk agama, yang diistilahkan dengan
agama budaya, agama budaya menggunakan konsepsi akal karena agama itu tumbuh
dalam kehidupan manusia.dan cara berpikir masyarakat menghadapi kehidupan
melahirkan cara berlaku dan berbuat dalam kehidupan yang luas ini, cara berlaku
dan berbuat itu meliputi :
1)
Hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dan masyarakat (
sosial )
2)
Hubungan manusia dengan benda ( ekonomi )
3)
Hubungan manusia dengan kekuasaan ( politik )
4)
Hubungan manusia dengan alam kerja ( plmu dan teknik )
5)
Hubungan manusia dengan ciptaan bentuk-bentuk yang menyenangkan (
seni )
6)
Hubungan manusia dengan hakikat dan nilai-nilai ( filsafat )
7)
Hubungan manusia dengan yang kudus khususnya (agama )
Agama itu
tumbuh dalam kehidupan manusia.kehidupan diisi oleh kebudayaan.maka agama
adalah sebagian daripada kebudayaan, yang disebut dengan agama ilmu.agama itu
timbul dalam kebudayaan maka antropologi memasukkan agama kedalam kebudayaan
sebagai salah satu cultural unversalnya.
Agama Pada Masyarakat Teralienasi
Pada masyarakat
bersahaja,faktor kemisteriusan sangat dominan dalam paham keberagamaan.
Sehingga manusia sangat sulit melangkah karena berbagai aturan sosial sebagai
bagian dari ketertiban sosial ( social order ) yang diajarkan agama. Masuknya
agama-agama samawi juga belum mengubah sepenuhnya citra tentang
kemisteriusan ini. Seiring dengan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan,
maka di dalam masyarakat juga terjadi perubahan, yaitu yang disebut mobilitas
sosial, baik yang sifatnya meningkat keatas ( social climbing ) maupun yang
sifatnya menurun ( social sinking ). Masyarakat pada tingkat kehidupan
bersahaja telah menetapkan berbagai totem sebagai norma kendali terhadap
kehidupan mereka. Demikian pula halnya sewaktu tingkat perkembangan kehidupan
masyarakat memasuki babak baru sebagai akibat dari penemuan ilmu pengetahuan.
Parsons menyatakan,
bahwa pentingnya agama bagi manusia disebabkan dua hal:
1.
Karena
tidakmengertian dan ketidakmampuan manusia dalam menghadapi masalah tertentu
seperti kematian, bencana alam, dan kesakitan
2.
Karena
kelangkaan hal-halyang bisa memberikan jawaban yang memuaskan
Memasuki
era modern yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan, maka berkembang
pula berbagai profesionalitas manusia yang membuat cara kerja semakin
terspesialisasi. Peranan pemuka agama, menurut Duerkheim, dahulunya begitu
kreatif mengemukakan berbagai kearifan berdasarkan pada posisi mereka sebagai
pemikir yang sederhana ( primitive philoshoper ). Sebagai wujud dari
peran tersebut, maka pemuka agama pada masa bersahaja itu begitu offensive
dengan menawarkan berbagai solusi atas kemelut kehidupan yang dialami oleh
masyarakat. Pemuka agama menjadi satu-satunya rujukan sosial guna menjelaskan
ketidakterbatasan dan kemiteriusan itu. Dengan perkataan lain, agama telah
menjadi suatu ‘’ideologi’’ yang menjadi tatanan sosial. Namun seiring dengan
perkembangan kehidupan modern, maka akal manusia dilanda ketidakpuasan dengan
jawaban-jawaban yang sifatnya mistis dan doktrinal serta tidak dapat
dipertanyakan karena ia sudah merupakan jawaban yang sudah baku. Agama
mengalami kemunduran peran seiring dengan kemajuan ini. Akan tetapi sekalipun
tejadinya perubahan ini naluri manusia tetap mencari ‘’agama’’ baru, maka
muncullah kapitalisme, sosialisme, nasionalisme, dan keterpukauan terhadap
aplikasi tegnologi dan gereja-gereja semakin banyak ditinggalkan pemeluknya.
Manusia kemudian kehilangan pegangan hidup oleh karena kuatnya desakan
materialisme.
Maka manusia menjadi terasing dari
hidupnya sendiri karena mereka tidak mengenal dirinya ( anomie ). Konsep
alienasi ini pada mulanya dikembangkan oleh Marx dan Durkheim, dalam pandangan
Marx sejalan dengan teori produksi maka yang berperan hanya segelintir kecil
orang yang kebetulan menguasai sumber-sumber produksi dan profesi mengolah
sumber-sumber daya itu. Pada saat itulah
kelompok kerja mengalami powerlessness yaitu bentuk ketidakberdayaan
internal berhadapan dengan kekuatan eksternal.
Bentuk kedua dari alienasi itu yakni meaninglessness,
yaitu ketidakmampuan seseorang memahami adanya perubahan sosial yang berkembang
demikian cepat sehingga ia tidak mampu menangkap makna dibalik berbagai
perubahan itu. Karena itu, ia akan sulit meramalkan langkah alternatif dari
sekian banyak pilihan yang ada dalam masyarakat. Singkatnya, alienasi di sini
yaitu semakin kurangnya harapan seseorang yang bisa memuaskan dirinya
menghadapi masa depan. Perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sekadar
mengandalkan simbol-simbol yang dapat ditangkap diatas permukaan. Beragama pada
kondisi yang seperti ini terbatas pada bentuk artifisial semata, tidak
menyumbang pada peningkatan kualitas bangsa atau kelompok agamanya.
Bentuk ketiga dari alienasi yakni
yang disebut normlessness. Konsep ini digunakan oleh Emile Durkheim
sebagai penjelasan yang disebutnya anomie. Misalnya pandangan bahwa
aturan yang selama ini dipegang oleh masyarakat.menjadi kurang daya
relevansinya karena tidak lagi diikuti oleh masyarakat. Pada masyarakat
pedesaan yang sebelumnya diikat kuat oleh kesepakatan bersama terhadap norma
etika, akan tetapi menjadi longgar sebagai akibat dari penurunan wibawa dari
seorang pemimpin agama.
Selanjutnya dalam pandangan Durkheim,
anomie akan terjadi manakala pembagian kerja lembaga-lembaga sosial tidak
menghasilkan solidaritas sosial. Sikap yang ditunjukkan umat beragama dalam
menghadapi alienasi ini yakni melakukan bermacam-macam yaitu :
1.
Mereka
melakukan perlawanan terhadap semua yang dipandang baru, karena sesuai dengan
karakter agama selalu menjelaskan bahwa pengalaman masa lalu itu lebih baik dan
ideal. Perlawanan yang ditunjukkan agamawan manalaka berhadapan dengan situasi
mereka akan teralienasi yaitu dengan perjuangan fisik.
2
Sikap
kepasrahan terhadap perubahan yang terjadi tanpa menunjukkan perlawanan namun
pada saat yang sama mengisolasi kelompok dan mempraktekkan ajaran yang diyakini
mereka benar, seperti kelompok pengikut ajaran samin didaerah Tapelan,
Kalirejo, Margomulyo di perbatasan Bojonegoro Jawa Timur dengan Blora Jawa
Tengah.
3
Tidak
melakukan perlawanan sama sekali dan akhirnya melarutkan diri dengan perubahan
itu tanpa menyadari makna di balik perubahan itu.[2]
Organisasi Ke
Agamaan Di Indonesia
Sebelum agama-agama
mondial masuk di Nusantara, agama-agama lokal ( local religions telah
berkembang lebih dahulu.masing-masing daerah memiliki nama agama yang berbeda.
Akan tetapi secara substansial muatan agama-agama lokal itu yakni penjelasan
tentang dewa, norma-norma kepatutan, larangan, tata cara membangun keluarga,
mendirikan rumah, memulai usaha pertanian.
Warisan kepercayaan
lama masih melekat dalam kepercayaan mereka terutama tentang kekuatan makhluk
halus. Pola adaptasi ini kemudian melahirkan kritik dibelakang hari yang
intinya yaitu keinginan untuk melakukan pemikiran pemurnian Islam dari pengaruh
budaya-budaya lokal.
Pada 1901, bediri
untuk yang petama kali perkumpulan orang-orang keturunan Arab yang berasal dari
Hadramaut yang disebut dengan Jami’at Khair. Perkumpulan ini selain yang
bersifat keagamaan juga ingin memelihara kemurnian keturunan kalangan bangsawan
Arab yang menegaskan bahwa laki-laki bangsawan ( Sayyid ) hanya bisa
menikah dengan wanita keturunan bangsawan ( syarifah ).
Akibat kolonialisme
juga, aktivitas perdagangan kelompok Tionghoa dan bangsawan telah melahirkan
rasa tertekan bagi masyarakat pribumi. Semangat nasionalisme belum begitu di
kenal oleh masyarakat mengingat komunikasi antara kelompok masyarakat dan lebih
jauh lagi antarpulau belum terbentuk. Lalu, agama muncul sebagai sumber
inspirasi dalam menumbuhkan pembentukan jati diri dengan mempersatukan berbagai
kelompok sosial, yaitu atas inisiatif Samanhudi mendirikan Syarikat Daganhg
Islam ( SDI ) di Laweyan Surakarta. Agama berperan sebagai embrio nasionalisme
karena dalam ajaran agama terdapat gagasan tentang cita-cita yang mempersatukan
untuk menuju kepada realitas yang absolut ( ultimate reality ). Langkah
ini menjadi penting karena agama berhasil menghasilkan fungsinya untuk
mempertemukan manusia dalam suatu kesadaran kolektif.
Agama dalam hal ini
Islam, telah berhasil bukan saja sebagai gerakan ritual melainkan dalam fungsi
yang lebih nyata, yaitu sebagai gerakan aksi memperjuangkan suatu kebenaran
terhadap gerakan sekuler.pada 1920, persatuan Islam organisasi keIslaman
yang berbasis di Jawa Barat menyebar ke Bangil Jawa Timur. Organisasi ini juga
mengambil corak gerakan yang lebih puritan. Organisasi ini menolak pengaruh
Barat seperti paham kebangsaan karena paham ini di pandang tidak mengakui
keabsolutan hukum Tuhan.
Hasan berpendapat,
bahwa sebagai ajaran yang paripurna Islam mampu berperan sebagai sistem sosial.
Sementara Soekarno berpendapat bahwa agama adalah nilai-nilai dasar kehidupan
yang bersifat abadi dan universal namun tidak mengatur secara formal sistem
sosial yang di inginkan itu. Tegasnya, Soekarno menolak menempatkan agama sebagai
formel verklaring bagi negara.
Pada
1926, tepatnya 31 Januari 1926, ulama-ulama dari kelompok Muslim tradisional
memformalkan berdirinya organisasi kebangkitan ulama yang disebut Jam’iyah
Nahdlatul Ulama ( NU ) dengan tiga sasaran sekaligus yaitu:
1
Sebagai
media perjuangan untuk menghadapi program pemerintah Saudi Arabia yang
didominasi oleh kelompok Muslim puritan ( wahabi ) yang akan menghapus
warisan historis Islam berupa artefak.
2
Untuk
menghidupkan warisan tradisional ke Islaman di Indonesia yang sudah dirintis
dengan susah payah oleh para wali yang meneruskan warisan ulama terdahulu ( muhyi
atsar al-salaf ).
3
Untuk
meneruskan tradisi dakwah yang dilakukan oleh para ulama terdahulu melalui
hubungan yang sinergi antara agama dan budaya lokal sebagai kelanjutan dakwah
yang adaptif itu melalui pomdok pesantren.
Daerah Aceh memperoleh tempat
yang agak khusus dalam sejarah Indonesia modern. Sejak awal, gerakan Islam di
Aceh sudah menampakkan wajah politiknya lewat organisasi persatuan ulama
seluruh Aceh ( PUSA ). Jalur perubahan sosial di Aceh berlangsung melalui
beberapa unsur yaitu :
1.
Menyalurkan
aspek nilai-nilai revolusi ke dalam masyarakat yang melahirkan laskar-laskar
rakyat
2.
Bercorak
pembaruan gagasan agama atau reformisme Islam
3.
Perkembangan
politik
Perkembangan
organisasi ke Islaman di Indonesia mengalami pasang surut. Pada mulanya hanya
organisasi sosial biasa, karena tekanan kolonial Belanda yang tidak memberikan
peluang Islam berkembang menjadi gerakan politik, sementara gerakan yang
bersifat sosial ke agamaan diberi kesempatan.
Persoalan lama yang
terus menggayut organisasi-organisasi Islam di Indonesia yaitu terus
membengkaknya ormas Islam dan juga partai Islam. Hal ini disebabkan berbagai
faktor, antara lain ketidakpuasan terhadap kepengurusan yang ada.dari sudut
perkembangan pemikiran ke Islaman di Indonesia,pada dasarnya terbagi kedalam
tiga kelompok yaitu :
1.
Kelompok
umat Islam yang berorientasi kepada pemikiran Islam gaya Ikhwanul Muslimin,
yaitu suatu gerakan pembaruan pemikiran Islam yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna
yang berkembang di Mesir dan kemudian menyebar keberbagai belahan didunia Islam
sebagai reaksi terhadap tekanan yang dialami oleh umat Islam yang kemudian
ditopang oleh gerakan Jamaat –e Islami yang dipimpin oleh Abul A’la Al-Maududi
yang berkembang di anak benua India yang mengilhami lahirnya negara Islam
Pakistan.
2.
Gerakan
ke Islaman yang berciri liberal dengan menyebutnya Islam Liberal yang mulai
menyebar di kampus-kampus perguruan tinggi Islam seperti yang termuat dalam
buku Fikh Lintas Agama.
Pada beberapa daerah
di Indonesia terdapat tumpang-tindih antara identitas kedaerahan dan keagamaan
seperti Aceh-Islam, Melayu-Islam, Bugis-Islam, Banjar-Islam, di sisi lain
Bali-Hindu, Batak-Kristen, Timor-Katolik, Papua-Kristen, Minahasa-Kristen,
Tionghoa-Budha-Konghucu. Dayak-Kaharingan, dan lain sebagainya. Di satu sisi adanya
pelekatan identitas ini sebagai hal yang alamiah, karena merupakan konsekuensi
dari perumusan identitas dilihat dari sudut sosiologis. Akan tetapi di sisi
lain hal ini menimbulkan faktor yang sensitif manakala terjadi penyimpangan ( deviasi
) antara identi atas kesukuan dan keagamaan. Apalagi sebagaimana yang
terdapat dalam kelompok penganut Kristen yang memiliki tradisi gereja suku.
Akan sangat fatal akibatnya manakala ada anggota suku yang kemudian menganut
agama lain berbeda dari arus utama ( mainstream ) kelompok.
Umat Katolik di
Indonesia memiliki struktur keorganisasian yang berbeda. Umat Katolik diurus
oleh 37 keuskupan agung yang dilihat dari luas dan jumlah anggota jemaat yang
dilayani. Penganut agama Budha dan Konghucu
identik dengan Tionghoa, demikian kesan yang muncul di masyarakat. Hal
ini disebabkan karena dominannya suku Tionghoa dalam agama ini, sekalipun
tentunya terdapat juga suku lain yang menjadi penganut seperti suku Karo di
Sumatera Utara. Umat Hindu di Indonesia secara garis besar berasal dari dua
etnis, yaitu Bali dan Tamil. Dari sudut pengorganisasian, umat Hindu di
Indonesia terhimpun dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia ( PHDI ).
Fungsi
Agama Dalam Sistem Kebudayaan
Hampir disetiap negara memiliki
semacam sistem kepercayaan yang mirip agama hanya saja kurang lengkap dan
umumnya tidak tertulis dalam perangkat unsur-unsurnya dan tidak terbukukan
wahyu atau kitab suci yang mereka yakini itu. Ada juga yang mengistilahkan ‘’
agama asli’’ atau ‘’ agama suku’’. Di Indonesia, agama yang masih asli di 440
suku bangsa di Indonesia, diapresiasi sebagai aliran kepercayaan. Masuk dalam
unsur kebudayaan spiritual:
1.
Di
provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara bernama
‘’ Sipele Sumangot’’ atau ‘’ Parmalim’’, atau ‘’Parbaringin’’ yang oleh tokoh
gereja menyebutnya ‘’ Sipele Begu’’
2.
Di
provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Mentawai bernama ‘’ Sabulungan’’
3.
Di
provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dan
Kalimantan Barat di beberapa Kabupaten bernama ‘’ Kaharingan’’
Dalam kejiwaan penganutnya nilai
dan norma agama mereka ini akan selalu diikutkan dalam mempertimbangkan suatu
program pengembangan atau dalam kegiatan kehidupan. Ada yang sangat ekstrem
atau kental berdasarkan teks dan konteks isi kitab suci mereka dalam menapis
atau memotivasi pelbagai gagasan kehidupan dan ada juga yang hanya segelintir
dan ada juga yang memisahkan ajaran agama ( hanya untuk ibadah ) dengan upaya
kehidupan ( ekonomi, keilmuwan, tegnologi, keorganisasian sosial, bahasa dan
komunikasi serta kesenian ).[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar